PROSES
ADAPTASI PSIKOLOGIS MASA NIFAS
I.
Adaptasi Psiklogis Ibu
Masa Nifas
Setelah
melahirkan, ibu mengalami perubahan fisik dan fisiologis yang juga
mengakibatkan adanya perubahan dari psikisnya. Ia mengalami stimulasi
kegembiraan yang luar biasa, menjalani proses eksplorasi dan asimilasi terhadap
bayinya, berada di bawah tekanan untuk dapat menyerap pembelajaran yang di
perlukan tentang apa yang harus di ketahuinya dan perawatan untuk bayinya, dan
merasa tanggung jawab luar biasa sekarang untuk menjadi seorang “ibu”.
Tidak mengherankan bahwa ibu
mengalamai sedikit perubahan perilaku dan sesekali merasa kerepotan. Masa ini
adalah masa rentan dan terbuka untuk bimbingan dan pembelajaran.
Reva Rubin membagi periode ini
menjadi 3 bagian, anatara lain :
1. Periode
“Taking In”
a. Periode
ini terjadi 1-2 hari sesudah melahirkan. Ibu baru pada umumnya pasif dan
tergantung, perhatiannya tertuju pada kekhawatiran akan tubuhnya.
b. Ia
mungkin akan mengulang-ulang menceritakan pengalamannya waktu melahirkan.
c. Tidur
tanpa gangguan sangat penting ntuk mengurangi gangguan kesehatan akibat kurang
istirahat.
d. Peningkatan
nutrisi dibutuhkan untuk mempercepat pemulihan dan penyembuhan luka, serta
persiapan proses laktasi aktif.
e. Dalam
memberikan asuhan, bidan harus dapat memfasilitasi kebutuhan psikologis ibu.
Pada tahap ini, bidan dapat menjadi pendengar yang baik ketika ibu menceritakan
pengalamannya. Berikan juga dukungan mental atau apresiasi atas hasil
perjuangan ibu sehingga dapat berhasil melahirkan anaknya. Bidan harus dapat
menciptakan suasanan yang nyaman bagi ibu sehingga ibu dapat dengan leluasa dan
terbuka mengemukakan permasalahan yang di hadapi kepada bidan. Dalam hal ini,
sering terjadi kesalahan dalam pelaksanaan perawatan yang dilakukan oleh pasien
terhadap dirinya dan bayinya hanya karna kurangnya jalinan komunikasi yang baik
antara bidan dan pasien.
2. Periode
“Taking Hold”
a. Periode
ini berlangsung pada hari ke 2-4 post partum.
b. Ibu
menjadi perhatian pada kemampuannya menjadi orang tua yang sukses dan
meningkatkan tanggung jawabnya terhadap bayi.
c. Ibu
berkonsentrasi pada pengontrolan fungsi tubuhnya, BAB, BAK, serta kekuatan dan
ketahanan tubuhnya.
d. Ibu
berusaha keras untuk menguasai keterampilan perawatan bayi, misalnya
menggendong, memandikan. Memasang popok, dan sebagainya.
e. Pada
masa ini ibu agak sensitif dan merasa tidak mahir dalam melakukan hal tersebut.
f. Pada
tahap ini, bidan harus tanggap terhadap kemungkinan perubahan yang terjadi.
g. Tahap
ini merupakan waktu yang tepat bagi bidan untuk memberikan bimbingan cara
perawatan bayi, namun harus selalu di perhatikan tekhnik bimbingannya, jangan
sampai menyinggung perasaan atau membuat persaan ibu tidak nyaman karna ia
sangat sensitif. Hindari kata “jangan begitu” atau “kalau kayak gitu salah”
pada ibu karna hal itu akan sangat menyakiti perasaanya dan akibatnya ibu akan
putus asa mengikuti bimbingan yang bidan berikan.
3. Periode
“Letting Go”
a. Periode
ini biasanya terjadi setelah ibu pulang kerumah. Periode ini pun akan sangat
berpengaruh terhadap waktu dan perhatian yang diberikan oleh keluarga.
b. Ibu
mengambil tanggung jawab perawatan bayi dan ia harus beradaptasi terhadap
segala kebutuhan bayi yang sangat tergantung padanya. Hal ini menyebabkan
berkurangnya hak ibu, kebebasan dan hubungan sosial.
c. Depresi
post partum umunya terjadi pada periode ini.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi suksenya masa transisi ke masa menjadi orang tua pada saat
post partum, antara lain :
1. Respon
dan dukungan keluarga dan teman
Bagi
ibu post partum, apalagi pada ibu yang pertama kali melahirkan akan sangat membutuhkan
dukungan orang-orang terdekat karna ia belum sepenuhnya berada pada kondisi
stabil, baik fisik mapun psikologisnya. Ia masih sangat asing terhadap
perubahan peran barunya yang begitu fantastis terjadi dalam waktu yang begitu
cepat, yaitu peran sebagai seorang “Ibu”.
Dengan respon positif dari
lingkungan, akan mempercepat proses adaptasi peran ini sehingga akan memudahkan
bagi bidan untuk memberikan asuhan yang sehat.
2. Hubungan
dari pengalaman melahirkan terhadap harapan dan aspirasi
Hal
yang di alami oleh ibu ketika melahirkan akan sangat mewarnai alam perasaannya
terhadap perannya sebagai seorang ibu. Ia akhirnya menjadi tahu bahwa begitu
beratnya ia harus berjuang untuk melahirkan bayinya dan hal tersebut akan
memperkaya pengalaman hidupnya untuk lebih dewasa. Banyak kasus yang terjadi,
setelah seorang ibu melahirkan anaknya yang pertama, ia akan bertekad untuk
meningkatkan kualitas hubungannya dengan ibunya.
3. Pengalaman
melahirkan dan membesarkan anak yang lalu
Walaupun
kali adalah bukan lagi pengalamannya yang pertama melahirkan bayinya, namun
kebutuhan untuk mendapatkan dukungan positif dari lingkungannya tidak berbeda
dari ibu yang melahirkan anak anak pertama. Hanya perbedaannya adalah tekhnik
penyampaian dukungan yang diberikan lebih kepada support dan apresiasi dari
keberhasilannya dalam melewati saat-saat sulit pada persalinannya yang lalu.
4. Pengaruh
budaya
Adanya
adat istiadat yang dianut oleh lingkungan dan keluarga sedikit banyak akan
mempengaruhi keberhasilan ibu dalam melewati saat transisi ini. Apalagi jika
ada hal yang tidak sinkron antara arahan dari tenaga kesehatan dengan budaya
yang dianut. Dalam hal ini, bidan harus bijaksana dalam menyikapi, namun tidak
mengurangi kualitas asuhan yang harus diberikan. Keterlibatan keluarga dari
awal dalam menetukan bentuk asuhan dan perawatan yang diberikan pada ibu dan
bayi akan memudahkan bidan dalam memberikan asuhan.
II.
Post Partum Blues
Fenomena pasca partum
awal atau baby blues merupakan sekuel umum kelahiran bayi-biasanya terjadi pada
70% wanita. Penyebabnya ada beberapa hal, antara lain lingkungan tempat
melahirkan yang kurang mendukung, perubahan hormon yang cepat, dan keraguan
terhadap peran yan baru. Pada dasarnya, tidak satupun dari ketiga hal tesebut
termasuk penyebab yang konsisten. Faktor penyebab biasanya merupakan kombinasi
dari berbagai faktor, termasuk adanya gangguan tidur yang tidak dapat dihindari
oleh ibu selama masa-masa awal menjadi seorang ibu.
Post partum blues biasanya dimulai pada beberapa hari setelah
kelahiran dan berakhir setelah 10 – 14 hari. Karakteristik post partum blues
meliputi menangis, merasa letih karna melahirkan, gelisah, perubahan alam
perasaan, menarik diri, serta reaksi negatif tehadap bayi dan keluarga. Karna
pengalaman melahirkan digambarkan sebagai pengalaman “puncak”, ibu baru mungkin
merasa perawaran dirinya tidak kuat atau tidak mendapatkan perawatan yang tepat,
jika bayangan melahirkan tidak sesuai dengan apa yang ia alami. Ia mungkin juga
merasa di abaikan jika perhatian keluarganya tiba-tiba berfokus pada bayi yang
baru saja dilahirkannya.
Kunci untuk mendukung wanita dalam melakukan periode ini adalah
berikan perhatian dan dukungan yang baik baginya, serta yakinkan padanya bahwa
ia adalah orang yang berarti bagi
keluarga dan suami. Hal yang terpenting, berikan kesempatan untuk beristirahat
yang cukup. Selain itu, dukungan positif atas keberhasilannya menjadi orang tua
dari bayi yang baru lahir dapat membantu memulihkan kepercayaan diri terhadap
kemampuannya.
III.
Kesedihan dan Duka Cita
Dalam bahasa kali ini,
digunakan istilah “berduka”, yang diartikan sebagai respon psikologis terhadap
kehilangan. Proses berduka sangat bervariasi, tergantung dari apa yang hilang,
serta persepsi dan keterlibatan individu terhadap apapun yang hilang.
“kehilangan” dapa memiliki makna, mulai dari pembatalan kegiatan (pikinik,
perjalanan, atau pesta) sampai kematian orang yang dicinta. Seberapa berat
kehilangan tergantung dari persepsi individu yang mengalami kehilangan. Derajat
kehilangan pada individu direfleksikan dalam respon terhadap kehilangan.
Contohnya, kematian dapat menimbulkan respon berduka yang ringan sampai berat,
tergantung pada hubungan dan keterlibatan individu dengan orang yang meninggal.
Kehilangan maternitas termasuk hal yang di alami oleh wanita
yang mengalami infertilitas (wanita yang tidak mampu hamil yang tidak mampu
mempertahankan kehamilannya), yang mendapatkan bayinya hidu, tapi kemudian
kehilangan harapan (prematuritas atau kecacatan congenital), dan kehilangan
yang dibahas sebagai penyebab post partum blues (kehilangan keintiman internal
ddengan bayinya dan hilangnya perhatian). Kehilangan lain yang penting, tapi
sering dilupakan adalah perubahan hubungan eksklusif antara suami dan istri
menjadi kelompok tiga orang, aya-ibu-anak.
Dalam hal ini, “
berduka” dibagi dalam tiga tahap, antara lain :
1. Tahapan
Syok
Tahap ini merupakan
tahap awal dari kehilangan. Manifestasi perilaku meliputi pengkhayalan,
ketidakpercayaan, marah, jengkel, ketakutan, kecemasan, rasa bersalah,
kekosongan, kesendirian, kesedihan, isolasi, mati rasa, menangis, itroversi
(memikirkan dirinya sendiri), tidak rasional, bermusuhan, kegentiran,
kebencian, kewaspadaan akut, kurang inisiatif, mengasingkan diri, berkhianat,
frustasi dan kurang konsentrasi. Manifestasi fisik meliputi gelombang distress
somatic yang berlangsung selama 20-60 menit, menghela nafas panjang, penurunan
berat badan, anoreksia, tidur tidak tenang. Keletihan, penampilan kurus da
tampak lesu, rasa penuh di tenggorokan, tersedak, napas pendek, mengeluh
tersiksa karna nyeri di dada, gemetaran internal, kelemahan umum, dan kelemahan
pada tungkai.
2. Tahap
Penderitaan (fase realitas)
Penerimaan terhadap
fakta kehilangan dan upaya penyesuaian terhadap realitas yang harus ia lakukan
terjadi selama periode ini. Contohnya, orang yang berduka akan menyesuaikan
diri dengan lingkungannya tanpa kehadiran orang yang disayanginya. Dalam tahap ini,
ia akan selalu terkenang dengan orang yang dicintai sehingga kadang akan muncul
perasaan marah, rasa bersalah, dan takut. Nyeri karna kehilangan akan dirasakan
secara menyeluruh, dalam realitas yang memanjang dan dalam ingatan setiap hari.
Menangis adalah salah satu pelepasan emosi yang umum. Selama masa ini,
kegidupan orang yang berduka akan terus berlanjut. Saat individu melanjutkan
tugasnya untuk berduka, dominasi kehilangannya secara bertahap berubah menjadi
kecemasan terhadap masa depan.
3. Tahap
Resolusi (fase menentukan hubungan yang bermakna)
Selama periode ini,
orang yang berduka menerima kehilangan, penyesuaian telah komplit, dan individu
kembali pada fungsinya secara penuh. Kemajuan ini berhasil karna adanya
penanaman kembali emosi seseorang pada hubungan lain yang lebih bermakna.
Penanaman kembali emosi tidak berarti bahwa posisi orang yang hilang telah
tergantikan, tetapi berarti bahwa individu lebih mampu dalam menanamkan dan
membentuk hubungan lain yang lebih bermakna dengan resolusi, serta perilaku
orang tersebut telah kembali menjadi pilihan yang bebas, mengingat selama
menderita perilakuditentukan oleh nilai-nilai sosial atau kegelisahan internal.
Bidan dapat membantu
orang tua dalam melalui proses berduka, sekaligus memfasilitasi pelekatan mereka
dan anak yang tidak sempurna dengan menyediakan lingkungan yang aman, nyaman,
mendengarkan, sabar, memfasilitasi ventilasi perasaan negatif mereka dan
permusuhan, serta penolakan mereka terhadap bayinya.
Saudara kandung dirumah
juga harus diberitahu mengenai kehilangan sehinggan mereka mendapatkan
penjelasan yang jujur terhadap perilaku dari orang tua. Jika tidak, mereka
mungkin akan membayangkan bahwa merekalah penyebab masalah yang mengerikan dan
tidak diketahui tersebut. Saudara kandung perlu diyakinkan kembalibahwa apapun
yang terjadi bukan kesalahan mereka dan bahkan mereka tetap penting, dicintai, dan dirawat.
Tanggung jawab utama
bidan adalah membagi informasi tersebut dengan orang tua. Keluarga dapat segera
merasakan sesuatu jika tidaj berjalan
baik. Pada peristiwa kematian, ibu tidak mendengarkan suara bayi dan ibu
mempunyai hak untuk mendapatkan informasi sebanyak mungkin dari bidan pada saat
itu juga. Kejujuran dan realitas akan jauh lebih baik menghibur daripada
keyakinan yang palsu atau kerahasiaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar